Jakarta menjadi saksi bisu dari kembalinya Uya Kuya ke kediamannya di Duren Sawit, setelah mengalami momen yang penuh duka karena penjarahan massa. Dalam video yang diunggah di kanal YouTube pribadinya, Uya dan istrinya, Astrid Kuya, menceritakan kehilangan barang-barang berharga, termasuk mahar pernikahan mereka yang tak ternilai harganya.
Uya mengungkapkan rasa sakit yang dirasakannya setelah penjarah merusak dan mengambil barang-barang yang menyimpan banyak kenangan. Kehilangan itu terasa semakin menyakitkan ketika ia melihat kamar kedua anaknya, Nino dan Cinta, tempat dimana banyak kenangan indah diciptakan.
Dalam video tersebut, terlihat bahwa meskipun Uya berusaha untuk menerima keadaan dengan ikhlas, hatinya terguncang saat mengenang semua kerja keras yang telah ia curahkan untuk membangun rumah tersebut. Semua kenangan dalam pekerjaannya sebelum terjun ke dunia politik terasa lenyap bersama barang-barang yang diambillah.
Uya Kuya dan Kenangan yang Hilang setelah Penjarahan
Uya berbagi bagaimana anak-anaknya telah berjuang untuk mendapatkan barang kesayangan mereka dengan hasil kerja keras. Dari syuting dan pendapatan iklan di YouTube, mereka berhasil menabung untuk membeli barang yang mereka inginkan.
Sementara Uya mencoba berlapang dada dalam menghadapi kehilangan harta pribadi, dia tergerak saat melihat barang-barang yang penuh kenangan keluarga juga dijarah. Kehilangan ini bukan hanya tentang barang, tetapi juga tentang memori berharga yang terhapus.
Satu hal yang semakin menambah beban pikirannya adalah coretan-coretan yang menghiasi dinding rumah. Pesan-pesan vandalisme itu membuatnya merasa seolah kehidupannya dan keluarganya dihina.
Dampak Penjarahan dan Respon Uya Kuya
Uya mengekspresikan perasaannya dengan sebuah ungkapan haru. Dia menyatakan, “Silahkan maki-maki saya, kalian mau fitnah apa pun, hina saya, silahkan. Tapi, jangan hina keluarga saya, anak-anak saya.” Ungkapan ini menunjukkan betapa pentingnya keluarga baginya, yang lebih berharga dari apa pun.
Rumah Uya menjadi target kemarahan massa saat demonstrasi besar berlangsung pada bulan Agustus. Unjuk rasa ini dipicu oleh kritik terhadap besarnya tunjangan anggota dewan, dan sebagai akibatnya, Uya di nonaktifkan dari jabatannya sebagai anggota DPR RI.
Meskipun ketentuan dalam undang-undang tidak menggunakan istilah “penonaktifan” untuk anggota dewan, situasi ini tetap memberikan dampak yang signifikan bagi Uya. Ia merasakan bahwa langkah ini adalah sebuah bentuk penalti akibat protes masyarakat.
Regulasi terkait Pemberhentian Anggota Dewan
Saat melakukan analisis mendalam, terlihat bahwa terdapat beberapa kategori pemberhentian dalam undang-undang. Pemberhentian bisa saja dilakukan dalam berbagai situasi, termasuk jika seorang anggota dewan meninggal dunia, mengundurkan diri, atau diberhentikan secara tidak terhormat.
Pemberhentian antarwaktu menjadi satu di antara beberapa opsi yang diatur dalam undang-undang. Hal ini mencakup penggantian antarwaktu yang diputuskan berdasarkan keputusan partai yang bersangkutan.
Selain itu, pemberhentian sementara dapat terjadi akibat anggota yang terlibat dalam masalah hukum yang serius. Misalnya, jika seseorang menjadi terdakwa dalam perkara yang terancam hukuman penjara, maka langkah tersebut bisa diambil.
Secara tegas, Wakil Ketua DPR menjelaskan bahwa anggota dewan yang nonaktif tidak akan menerima gaji ataupun fasilitas yang biasanya menyertainya. Keputusan tersebut dilakukan untuk memastikan integritas lembaga dan menghindari penyalahgunaan wewenang. Uya Kuya, meskipun merasakan dampak ini secara langsung, tetap berusaha untuk bangkit dan melanjutkan hidupnya dengan penuh harapan.