Sheila Dara Mendapatkan Banyak Pelajaran Saat Bertemu Sineas di Daerah Tanpa Bioskop

Duta Festival Film Indonesia (FFI) 2025, Sheila Dara Aisha, baru-baru ini berbagi pengalaman menarik saat terlibat dalam program FFI Goes to Festival Film Daerah. Program tersebut telah menjangkau tiga festival film yang tidak berada di Pulau Jawa, yakni di Aceh, Bali, dan Palangkaraya, memberikan wawasan mendalam tentang dinamika perfilman lokal.

Melalui setiap kunjungan, Sheila merasakan pelajaran berharga dari sinema lokal, terutama saat mengunjungi Aceh Film Festival. Di sana, ia mendapatkan informasi berharga mengenai tantangan yang dihadapi oleh komunitas perfilman di daerah tersebut.

“Rasanya malah jadi aku yang banyak belajar karena kemarin kami dapat kesempatan buat duduk bareng sama filmmaker-filmmaker Aceh,” ujar Sheila dengan antusias. Dia menjelaskan bagaimana diskusi dan pertukaran ide dengan para sineas lokal memberikan perspektif baru terhadap dunia perfilman Indonesia.

“Dapat kesempatan buat nonton film pendeknya, ngobrol, cerita tentang bagaimana dinamika komunitas perfilman di sana dan apa aja halangan yang mereka hadapi,” lanjutnya, menciptakan sinergi antara Sinema Aceh dan penggiat perfilman lain.

Mengenal Profil Komunitas Sineas di Aceh

Sheila juga berkesempatan untuk menonton film berjudul Layeu Aceh, yang dibuat oleh sineas lokal. Film ini memberikan kesan mendalam, memperlihatkan keresahan yang dialami oleh masyarakat Aceh, serta menyoroti masalah-masalah yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Sheila merasakan kedalaman emosional dalam karya tersebut.

Dia menuturkan, “Menarik sekali karena di tempat yang belum ada bioskop, semangat untuk berkarya dan rasa cintanya terhadap film itu sangat besar.” Hal ini menunjukkan komitmen dan dedikasi sineas di daerah yang minim fasilitas perfilman.

Lebih lanjut, Sheila menjelaskan bahwa, meskipun Aceh belum memiliki bioskop komersial, cinta masyarakat terhadap film tetap terjaga. “Setelah menonton film-film pendeknya, aku bisa merasakan ada keresahan personal yang ingin dibicarakan oleh mereka semua,” jelasnya.

Situasi ini menunjukkan bahwa meski terdapat keterbatasan fisik, semangat berkreasi terus tumbuh di tengah masyarakat. Ini menunjukkan potensi besar bagi perkembangan industri film di daerah-daerah yang kurang dikenal.

Peran FFI dalam Mendorong Sinema Daerah

Ketua Komite FFI, Ario Bayu, menyatakan bahwa program FFI Goes to Film Daerah bertujuan menjembatani berbagai suara yang terpinggirkan dalam dunia perfilman Indonesia. Program ini dirancang untuk menanggapi berbagai aspirasi dan cerita yang berasal dari komunitas-komunitas di seluruh Indonesia.

Ario menekankan, “Banyak sekali narasi, cerita, dan peristiwa budaya yang ingin diresonansi, tapi tidak ada medianya.” Dengan demikian, FFI berkomitmen untuk menyediakan platform yang dapat menampung cerita-cerita ini, dan menjadikannya lebih dikenal di tingkat nasional.

Setiap festival yang dikunjungi menjadi ruang bagi sineas daerah untuk mengekspresikan diri dan menampilkan karya mereka. “Jadi, harapannya adalah FFI tetap bisa menjadi katalisator storytelling,” ujar Ario, menekankan pentingnya dialog antara sineas lokal dan nasional.

Program seperti ini diharapkan dapat meningkatkan apresiasi terhadap film-film daerah dan menciptakan ekosistem yang lebih inklusif di dunia perfilman. Dengan langkah ini, diharapkan suara dari berbagai daerah dapat lebih terdengar dan mendapatkan perhatian yang pantas.

Kegiatan FFI Goes to Festival Film Daerah yang Berkesinambungan

Rangkaian program dari FFI Goes to Festival Film Daerah telah berlangsung dengan sukses sepanjang bulan ini. Kegiatan ini dibuka dengan mengunjungi Aceh Film Festival pada 5 September 2025, di mana Sheila Dara dan Ringgo Agus, sebagai Duta FFI 2025, turut hadir.

Selanjutnya, Sheila dan Prilly Latuconsina mengunjungi Bali International Short Film Festival pada 15 September. Dalam setiap festival, mereka tidak hanya hadir sebagai penonton, tetapi juga terlibat dalam diskusi yang mendalam tentang perfilman.

Pada 20 September, duo duta FFI melanjutkan perjalanan mereka ke Kalimantan International Indigenous Film Festival, menunjukkan komitmen FFI untuk menjangkau setiap sudut perfilman Indonesia. Ketiga festival ini saling terhubung dalam upaya untuk merayakan keberagaman sinema tanah air.

Acara tersebut diadakan sebagai persiapan menuju malam puncak penganugerahan FFI atau Piala Citra 2025 yang akan digelar pada bulan November. Meskipun tanggal dan lokasi belum diumumkan, harapan tinggi diletakkan pada acara tersebut untuk memberikan penghargaan setinggi-tingginya kepada para sineas.

Harapan ini menunjukkan bahwa FFI bukan sekadar perhelatan penghargaan, tetapi juga berfungsi sebagai mekanisme untuk mendukung dan memajukan perfilman yang lebih inklusif dan beragam. Dengan semangat ini, FFI berupaya menjadi pionir dalam dunia perfilman Indonesia, memberikan ruang bagi setiap suara untuk didengar.

Related posts