Program Pesantren Ramah Anak Kemenag untuk Cegah Kekerasan pada Anak

Kementerian Agama (Kemenag) baru-baru ini meluncurkan program Pesantren Ramah Anak di berbagai wilayah Indonesia. Inisiatif ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan pendidikan keagamaan yang aman dan nyaman bagi anak-anak, sekaligus bebas dari segala bentuk kekerasan.

Kepala Biro Humas dan Komunikasi Publik Kemenag, Thobib Al-Asyhar, menjelaskan bahwa program ini merupakan tindak lanjut dari arahan Menteri Agama, Nasaruddin Umar. Sangat penting bahwa lembaga-lembaga keagamaan menjadi tempat yang nyaman dan aman bagi generasi penerus bangsa.

“Pesantren, madrasah, dan lembaga pendidikan keagamaan seharusnya tidak hanya menjadi tempat belajar agama, tetapi juga menjadi ruang yang mendukung pertumbuhan anak-anak,” ungkap Thobib. Oleh karena itu, menjaga lingkungan belajar yang aman, sehat, dan menyenangkan sangatlah krusial.

Tantangan Kekerasan di Lingkungan Pesantren

Data dari Satgas Pesantren Ramah Anak menunjukkan bahwa hingga Oktober 2025, terdapat 25 kasus kekerasan yang terjadi di lembaga pendidikan keagamaan. Kasus-kasus ini termasuk pelecehan seksual, perundungan, hingga kekerasan fisik.

“Membangun pesantren yang ramah anak bukan sekadar tentang mencegah kekerasan, tetapi juga tentang menciptakan budaya asuh yang penuh kasih dan menghargai martabat anak,” lanjut Thobib. Hal ini menjadi dasar penting untuk perlindungan dan pengembangan anak-anak dalam konteks pendidikan keagamaan.

Untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat tiga langkah strategis yang dirumuskan dalam program ini.

1. Peraturan dan Peta Jalan Perlindungan Anak

Selama tiga tahun terakhir, Kemenag telah mengeluarkan berbagai regulasi untuk memperkuat perlindungan anak di satuan pendidikan keagamaan. Salah satunya adalah PMA Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual.

Pada tahun ini, Kemenag juga meluncurkan KMA Nomor 91 Tahun 2025 yang berfungsi sebagai peta jalan untuk program pengembangan pesantren ramah anak hingga 2029. Program ini terbagi menjadi tiga fase: penguatan dasar, akselerasi, dan kemandirian.

“Melalui skema ini, seluruh pesantren di Indonesia diharapkan bisa mengintegrasikan prinsip-prinsip ramah anak ke dalam sistem kelembagaannya,” kata Thobib. Pencapaian ini ditargetkan dapat berjalan dengan baik dan berkelanjutan.

Kemenag menetapkan 512 pesantren sebagai proyek percontohan untuk membuktikan efektivitas program ini. Kebijakan pengasuhan tanpa kekerasan juga diatur dalam Keputusan Dirjen Pendidikan Islam.

2. Kolaborasi Lintas Sektor dan Inovasi Layanan Aduan

Gerakan Pesantren Ramah Anak didorong melalui kolaborasi lintas kementerian yang melibatkan berbagai instansi. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kemendikbudristek, Kemensos, Kemenkumham, dan Kemenkes juga berperan dalam upaya ini.

Lebih jauh, Kemenag memperkenalkan layanan inovatif bernama Telepontren, yang merupakan kanal pengaduan kekerasan berbasis WhatsApp. Nomor layanan ini adalah 0822-2666-1854, dan laporan yang masuk akan ditangani oleh tim pusat dan daerah.

“Kerja sama antarinstansi ini bertujuan untuk memastikan laporan kekerasan di pesantren dapat segera ditindaklanjuti dengan cepat dan tepat,” tambah Thobib. Penerapan teknologi dalam sistem pengaduan menunjukkan komitmen untuk melindungi korban.

3. Praktik Baik di Berbagai Pesantren

Sejumlah pesantren telah mengimplementasikan prinsip ramah anak dengan baik. Misalnya, Pesantren An-Nuqoyah di Sumenep telah menyusun Kode Etik Santri dan membentuk Unit Perlindungan Anak.

Pesantren Nurul Islam di Jember mengintegrasikan pendidikan gender dan kesehatan reproduksi dalam kegiatan pembelajaran, sementara Pesantren Al-Muayyad di Surakarta juga membuka hotline konsultasi bagi santri. Pesantren Cipasung di Tasikmalaya bahkan mengembangkan sistem pelaporan rahasia yang melibatkan kelompok santri.

“Inisiatif-inisiatif dari pesantren ini membuktikan bahwa nilai-nilai Islam mendukung perlindungan anak. Pendidikan yang mengajarkan kasih sayang dan akhlak yang baik akan melahirkan santri yang memiliki karakter kuat dan empati,” jelas Thobib.

Keberhasilan program Pesantren Ramah Anak diharapkan dapat menjadi acuan bagi lembaga pendidikan keagamaan lain dalam menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung perkembangan anak. Dengan komitmen kolaboratif dari berbagai pihak, masa depan pendidikan agama di Indonesia bisa menjadi lebih baik.

Related posts