Netizen Menolak Kehadiran Atlet Senam Israel dalam Kompetisi di Indonesia

Gelombang penolakan terhadap kehadiran atlet Israel di ajang World Artistic Gymnastics Championships 2025 semakin mendapatkan momentum. Indonesia, yang akan menjadi tuan rumah acara tersebut pada 19-25 Oktober mendatang, tengah menghadapi perdebatan hangat mengenai posisi politik luar negeri terkait Palestina.

Wakil Ketua Komisi I DPR RI dari Fraksi PKS, Sukamta, mengingatkan pentingnya bagi pemerintah untuk berpegang pada prinsip bebas aktif dan mendukung kemanusiaan sesuai dengan amanat konstitusi. Dia menekankan bahwa olahraga harusnya menjadi ajang promosi yang adil dan tidak dimanfaatkan untuk kepentingan penjajahan.

Dalam konteks sensitif seperti ini, Sukamta menyatakan, seharusnya Indonesia tidak mengizinkan partisipasi atlet Israel. Ia menambahkan, dengan kondisi di Gaza yang memprihatinkan, kehadiran mereka di panggung internasional akan merugikan citra dan moral bangsa.

Sejarah panjang Indonesia dalam menolak penjajahan menjadi rujukan penting dalam diskusi ini. Pada tahun 1958, Indonesia menarik diri dari kualifikasi Piala Dunia untuk menghindari pertandingan dengan Israel, dan pada Asian Games 1962, Indonesia tidak memberikan visa kepada delegasi Israel dan Taiwan.

Sukamta mengingatkan, “Konsistensi Indonesia untuk menolak penjajahan dan mendukung kemerdekaan Palestina harus tetap terjaga.” Sikap lunak terhadap Israel, menurutnya, dapat dipahami sebagai perubahan arah moral yang berbahaya bagi negara.

Pernyataan dari Majelis Ulama Indonesia tentang Penolakan Ini

Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Amirsyah Tambunan, memberikan pendapat senada dengan Sukamta, mendesak pemerintah untuk menolak kehadiran atlet Israel sebagai sikap dukungan terhadap kemerdekaan Palestina. Baginya, tindakan ini penting untuk menunjukkan kepatuhan pada konstitusi dan prinsip-prinsip kemanusiaan.

Amirsyah menggarisbawahi, “Penjajahan harus dihapuskan, karena itu bertentangan dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.” Ia menilai kehadiran Israel dapat mengganggu konsistensi kebijakan luar negeri Indonesia yang selama ini tidak menjalin hubungan diplomatik dengan negara tersebut.

Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri, Sudarnoto Abdul Hakim, menambahkan bahwa pemerintah perlu berhati-hati dalam menghadapi isu ini. Jika tidak ditangani dengan benar, event seperti kejuaraan senam ini bisa memicu kemarahan publik dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Di sisi lain, Ketua PP Muhammadiyah, Anwar Abbas, menekankan bahwa hadirnya atlet Israel akan melukai perasaan masyarakat Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. “Ini bukan sekadar masalah olahraga, tapi juga perjuangan moral yang lebih besar,” katanya.

Tanggapan dari Pemimpin Daerah dan Organisasi Lain

Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung mengungkapkan ketegasan kepada pihaknya untuk menolak kehadiran atlet Israel di Jakarta. Ia mengingatkan bahwa penerbitan visa untuk atlet Israel dapat berpotensi menimbulkan kemarahan publik yang lebih luas.

Pramono menegaskan, “Kedatangan mereka tidak ada manfaatnya sama sekali dalam situasi sekarang.” Dalam konteks ini, penting bagi pemerintah untuk menjaga stabilitas sosial dan tidak mengorbankan kepercayaan masyarakat demi kepentingan internasional.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri, Sugiono, menjelaskan bahwa keputusan terkait visa merupakan kewenangan Direktorat Jenderal Imigrasi, dan dirinya akan memantau perkembangan situasi, terutama terkait penyelenggaraan kejuaraan tersebut.

Lanjutan dari perdebatan ini di media sosial semakin memanas dengan tagar #TolakAtletIsrael yang ramai diunggah oleh warganet. Banyak di antara mereka yang menegaskan bahwa Indonesia harus tetap berpegang teguh pada prinsip moral dan sejarah perjuangan kemerdekaannya.

Penggunaan hashtag ini menunjukkan betapa pentingnya isu ini bagi masyarakat, dengan banyak pengguna menyatakan bahwa menolak kehadiran atlet Israel adalah bentuk solidaritas terhadap perjuangan Palestinian.

World Artistic Gymnastics Championships 2025 dan Implikasinya

Kejuaraan Dunia Senam Artistik 2025 ini akan menjadi catatan sejarah baru bagi Indonesia. Untuk pertama kalinya, negara ini menjadi tuan rumah acara bergengsi ini, sekaligus menjadi negara ASEAN pertama yang menyelenggarakan event serupa.

Diperkirakan, sekitar 86 negara dan lebih dari 600 atlet akan berpartisipasi dalam kejuaraan ini. Namun, isu mengenai kehadiran atlet Israel telah menyita perhatian publik jauh sebelum ajang dimulai.

Dinamika perdebatan ini menunjukkan betapa kompleksnya hubungan antara olahraga, politik, dan moralitas. Masyarakat menunggu kepastian dari pemerintah tentang keputusan akhir dan langkah yang akan diambil terkait kehadiran atlet Israel.

Sementara itu, dunia internasional akan memperhatikan bagaimana Indonesia sebagai tuan rumah akan menavigasi situasi yang sensitif ini. Semakin dekat dengan tanggal pelaksanaan, jurang antara harapan dan kenyataan akan semakin terasa.

Oleh karena itu, perhatian penuh harus diberikan dalam pengambilan keputusan demi menjaga reputasi negara sekaligus kehormatan bangsa ini di mata global.

Related posts