Perbaikan yang Diperlukan Polri Melalui Komite Reformasi Kepolisian

Pemerintah Indonesia tengah merumuskan langkah strategis untuk membentuk sebuah badan yang dikenal dengan nama Komite Reformasi Kepolisian. Pembentukan ini menjadi sangat penting dalam rangka mengatasi berbagai masalah yang membelenggu institusi kepolisian. Keputusan tersebut diharapkan akan ditandatangani oleh Presiden sebagai wujud komitmen terhadap reformasi di sektor keamanan.

Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengungkapkan bahwa beberapa tokoh terkemuka, seperti mantan Menko Polhukam Mahfud MD, telah menyatakan kesediaan untuk bergabung. Selain itu, diharapkan juga akan terdapat perwakilan dari mantan Kapolri yang akan memperkaya perspektif dalam komite tersebut.

Dalam konteks ini, penting untuk mempertimbangkan apa saja yang perlu diperhatikan oleh komite guna melakukan reformasi yang substansial dalam tubuh Polri. Hal ini tidak hanya berkaitan dengan sistem yang ada, tetapi juga dengan tantangan kultural yang dihadapi.

Komite Reformasi Kepolisian: Langkah Strategis atau Gimik Politik?

Peneliti dari SETARA Institute, Ikhsan Yosarie, menekankan bahwa pembentukan Komite Reformasi Kepolisian tidak boleh mengarah kepada tindakan simbolis semata. Ia menginginkan bahwa komite ini harus menjadi instrumen yang efektif dalam melakukan transformasi menyeluruh terhadap kepolisian.

Ikhsan menegaskan, tanpa adanya visi yang jelas, pembentukan komite ini akan menimbulkan anggapan bahwa langkah tersebut hanyalah bentuk gimik politik untuk meredam kritik masyarakat, tanpa menghadirkan perubahan yang berarti.

Lebih jauh, Ikhsan berpendapat bahwa penting untuk mengarahkan komite ini pada visi yang mendukung demokrasi. Pasalnya, Polri saat ini menghadapi krisis kepercayaan masyarakat, dan sering terjebak dalam situasi regresi demokrasi.

Tantangan Reformasi Kepolisian dan Masalah yang Mengemuka

Sejak lama, gagasan reformasi kepolisian bukanlah isu baru. Masyarakat sipil, termasuk SETARA Institute, telah mendorong reformasi di sektor ini dengan mengidentifikasi sebanyak 130 masalah yang menghambat perubahan. Masalah-masalah tersebut beragam dan dikategorikan dalam 12 rumpun utama yang memerlukan perhatian serius dari Polri.

Pemetaan tersebut mengonfirmasi bahwa banyak aspek yang memerlukan perhatian, mulai dari akuntabilitas institusi hingga penegakan hukum. Mengelompokkan masalah menjadi lima prioritas utama adalah langkah penting dalam reformasi Polri.

Prioritas tersebut meliputi akuntabilitas dalam pengawasan, penegakan hukum, pengelolaan pendidikan, serta pelayanan masyarakat. Menurut survei yang dilakukan SETARA Institute, hasilnya menunjukkan bahwa kepercayaan publik terhadap Polri menyusut dengan presentase 61,6% dari responden menunjukkan ketidakpuasan. Hal ini menggambarkan perlunya tindakan nyata dalam peningkatan akuntabilitas dan integritas Polri.

Rekomendasi untuk Komite Reformasi Kepolisian

Ikhsan memberikan beberapa catatan penting terkait Komite Reformasi Kepolisian. Pertama, ia menekankan perlunya dukungan legitimasi politik dari presiden dan regulasi yang kuat untuk memberikan kekuatan dalam merumuskan agenda perubahan.

Selanjutnya, keberadaan anggota komite yang independen, profesional, dan progresif juga sangat penting agar kerja-kerja komite tidak hanya menjadi catatan administratif saja. Komite harus siap mengatasi tantangan berulang yang selama ini telah ada dalam tubuh Polri.

Dalam mendukung gerakan reformasi, desain transformasi yang menyeluruh telah dirumuskan yang mencakup empat pilar dasar, yakni kepolisian yang demokratis, berintegritas, proaktif, dan presisi. Salah satu tujuan utama dari komite ini adalah agar dapat berkontribusi positif terhadap demokratisasi sektor keamanan.

Di samping itu, perlu dicatat bahwa reformasi Polri harus berjalan seiring dengan perbaikan institusi lain, termasuk lembaga legislatif dan badan negara. Agenda ini tidak boleh sekadar menjadi respons jangka pendek, tetapi harus menjadi bagian integral dari konsolidasi demokrasi yang lebih luas di Indonesia.

Related posts