Public Virtue Research Institute (PVRI) mengungkapkan kritik tajam terhadap Tim Reformasi Polri. Tim ini dinilai tidak memiliki konsep dan tujuan yang jelas dalam pelaksanaan reformasi yang diharapkan dapat membawa perbaikan signifikan bagi institusi kepolisian di Indonesia.
Ketua Dewan Pengurus PVRI, Usman Hamid, menekankan pentingnya melibatkan unsur masyarakat dalam tim tersebut. Keterlibatan ini dianggap penting untuk memastikan bahwa program reformasi tidak terputus dari kebutuhan serta harapan publik.
“Pembentukan Komisi Reformasi Polri yang direncanakan oleh pemerintah belum menunjukkan kejelasan dalam konsep dan tujuannya,” ujar Usman dalam keterangannya yang disampaikan pada hari Senin. Hal ini menjadi sorotan utama oleh banyak kalangan, terutama melihat latar belakang anggota yang mayoritas berasal dari kepolisian itu sendiri.
Pentingnya Melibatkan Berbagai Elemen dalam Reformasi Polri
Usman menunjukkan keprihatinan mengenai komposisi Tim Reformasi Polri yang mayoritas terdiri dari anggota kepolisian. Ia berpendapat, tanpa melibatkan elemen lain seperti masyarakat sipil atau akademisi, harapan akan reformasi yang bermakna akan sulit tercapai.
Menurut Usman, akar permasalahan di tubuh kepolisian tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang sering kali dinilai tidak adil. Tanpa keterlibatan luar, ia meragukan efektivitas reformasi yang dijalankan.
Peneliti PVRI, Muhammad Naziful Haq, sejalan dengan pandangan ini, menilai bahwa adanya latar belakang yang homogen dalam tim justru akan memunculkan potensi konflik kepentingan. “Seharusnya ada keragaman dalam latar belakang, termasuk partisipasi akademisi, perwakilan masyarakat, dan tokoh masyarakat yang memiliki integritas,” ungkapnya.
Struktur Tim Reformasi Polri dan Tugasnya
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo telah meresmikan pembentukan Tim Transformasi Reformasi Polri melalui Surat Perintah yang ditandatangani pada 17 September 2025. Dengan komposisi 52 perwira tinggi dan menengah, tim ini diharapkan dapat menjalankan misi reformasi secara efektif.
Di dalam struktur tim, Kalemdiklat Polri, Komjen Pol Chryshnanda Dwilaksana, ditunjuk sebagai ketua. Sementara itu, Kapolri bertindak sebagai pelindung, dengan Wakapolri, Komjen Pol Dedi Prasetyo, berperan sebagai penasihat.
Konstelasi ini memberikan ruang untuk menciptakan strategi yang lebih baik dalam pelaksanaan reformasi, meskipun masih terdapat kekhawatiran mengenai dominasi anggota kepolisian dalam tim yang sama. Ini berarti, tantangan untuk perubahan besar tetap berada di hadapan mereka.
Daftar Anggota Tim Reformasi Polri
Berikut adalah daftar lengkap anggota Tim Reformasi Polri yang terdiri dari berbagai posisi strategis:
- Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebagai Pelindung
- Wakapolri Komjen Dedi Prasetyo sebagai Penasihat
- Astamrena Kapolri Komjen Wahyu Hadiningrat: Pengarah Transformasi Bidang Organisasi
- Astamaops Kapolri Komjen Mohammad Fadil Imran: Pengarah Transformasi Bidang Operasional
- Kabaintelkam Polri Komjen Akhmad Wiyagus: Pengarah Transformasi Bidang Pelayanan Publik
- Irwasum Polri Komjen Wahyu Widada: Pengarah Transformasi Bidang Pengawasan
- Kalemdiklat Polri Komjen Chryshnanda Dwilaksana: Ketua Tim
- Koorsahli Kapolri Irjen Herry Rudolf Nahak: Wakil Ketua I
- Karobindiklat Lemdiklat Polri Brigjen Susilo Teguh Raharjo: Wakil Ketua II
- Sahlisosek Kapolri Irjen Kristiyono: Sekretaris I
Tim ini mencakup lebih dari lima puluh anggota di berbagai posisi, menunjukkan kompleksitas dan besarnya tanggung jawab yang dihadapi. Dengan anggotanya yang beragam ini, diharapkan tim dapat mengeksplorasi berbagai perspektif dalam reformasi.
Namun, kekhawatiran akan komposisi yang sebagian besar merupakan polisi tetap membayangi. Dekatnya hubungan antaranggota dan struktur yang ada berpotensi menghambat transparansi dan akuntabilitas yang sangat dibutuhkan dalam reformasi ini.
Konsekuensi dan Harapan Reformasi Polri
Dalam menghadapi banyaknya tantangan, harapan akan reformasi Polri tidak boleh pudar. Masyarakat menanti hasil nyata dari langkah-langkah yang diambil oleh tim ini. Jika reformasi berhasil, ini bisa menjadi titik balik bagi institusi kepolisian di Indonesia.
Tetapi, untuk mencapai cita-cita tersebut, keterlibatan masyarakat luas menjadi kunci. Pemangku kepentingan harus lebih aktif terlibat untuk memberikan masukan dan kritik yang konstruktif.
Hanya dengan melibatkan berbagai elemen, baik dari kalangan profesional maupun masyarakat sipil, reformasi Polri dapat berjalan dengan semestinya dan memberikan manfaat yang nyata bagi publik. Akuntabilitas yang kuat dan transparansi diharapkan menjadi hasil dari proses yang sedang dijalankan ini.