Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, baru-baru ini mengungkapkan adanya praktik penyalahgunaan dana transfer ke daerah yang kerap kali tak sesuai dengan tujuan aslinya. Banyaknya kasus korupsi dan pemborosan dalam pemanfaatan dana tersebut menunjukkan perlunya pengawasan yang lebih ketat dari pemerintah pusat.
Pernyataan ini disampaikan Tito usai rapat di Komisi II DPR, di mana berbagai masalah alokasi anggaran untuk tahun 2026 dibahas. Dalam konteks ini, Tito menekankan bahwa efisiensi dalam pengelolaan anggaran adalah langkah penting untuk menanggulangi masalah tersebut.
“Check and balance itu penting, tetapi kadang praktik kolusi juga tampak,” ujar Tito. Hal ini menunjukkan tantangan besar dalam proses pengawasan dan akuntabilitas penggunaan dana untuk pembangunan daerah.
Praktik Penyalahgunaan Dana oleh Berbagai Pihak
Menurut Tito, penyalahgunaan dana bukan hanya dilakukan oleh kepala daerah, tetapi juga melibatkan anggota DPRD, staf, dan kolega politik. Praktik bancakan ini terkenal dan dapat ditemukan dengan mudah di berbagai daerah, dan ia mencatat banyaknya kasus serupa yang terjadi.
Tito menambahkan bahwa meskipun ada daerah yang memiliki pengelolaan anggaran yang baik, banyak juga yang menggunakan APBD sebagai alat kepentingan kelompok tertentu. Ini memperburuk situasi dan menciptakan ketidakadilan dalam pemanfaatan sumber daya daerah.
Dana Alokasi Khusus dan Korupsi
Lebih jauh, Tito mengungkapkan bahwa tidak hanya dana transfer ke daerah yang disalahgunakan, tetapi juga dana alokasi khusus (DAK). Dalam beberapa kasus, dana untuk pembangunan fasilitas umum seperti rumah sakit juga menjadi sasaran korupsi, sebagaimana yang terjadi di Kolaka Timur.
Mengacu pada praktik-praktik buruk ini, Tito menyatakan bahwa efisiensi adalah langkah yang perlu dilakukan untuk mencegah potensi penyalahgunaan dana. Selain itu, penting untuk mengevaluasi bagaimana dana operasional digunakan untuk memastikan tidak ada pemborosan yang terjadi.
Pemborosan Anggaran di Berbagai Sektor
Salah satu contoh nyata dari pemborosan adalah meningkatnya biaya untuk makanan dan fasilitas pejabat. Tito menyebutkan bahwa ada kasus di Papua di mana anggaran untuk makanan tamu dan pejabat mencapai angka yang sangat tinggi.
Untuk menangani semua itu, Tito menyatakan bahwa langkah efisiensi sudah dilakukan dengan menghemat anggaran hingga Rp1.369 triliun. Penghematan ini diharapkan dapat digunakan untuk berbagai program strategis yang berimbas positif terhadap masyarakat.
“Dana tersebut akan digunakan untuk pendidikan, kesehatan, dan jaring pengaman sosial,” ungkapnya. Dengan pengelolaan yang lebih baik, diharapkan dana tersebut benar-benar dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat di daerah.